Michael Ruben
Ketika Belanda di level internasional dan Ajax Amsterdam di level klub berhasil meraih masa keemasannya di era 70-an, semua orang mengamini bahwa Rinus Michels adalah seniman agung dibalik Monalisa sepakbola.
Sebelum sukses sebagai pelatih, Michels adalah bagian dari skuad Ajax yang terkenal sebagai pemain yang sangat bekerja keras. Setelah mencatat 264 pertandingan bersama Ajax, Michels terpaksa pensiun pada tahun 1958 karena masalah cidera punggung. Michels kembali ke Ajax 7 tahun kemudian, tepatnya pada 1965 sebagai pelatih, dimana ia kemudian berhasil merevolusi sepakbola dengan filosofinya yang kemudian dikenal sebagai Total Football.
Total Football memang erat dikaitkan dengan Michels dan suksesornya, Johan Cruyff, tapi penemuan komposisi dasar dari Total Football sudah ditemukan jauh sebelum mereka mengembangkannya. Berdasarkan catatan Football Bible, adalah Jimmy Hogan yang meletakan dasarnya pada tahun 1910. Hogan memperkenalkan 2 konsep dasar dari Total Football: stamina dan kemampuan pemain dalam melakukan passing.
15 tahun kemudian strategi yang Jimmy Hogan bawa ke Belanda disempurnakan oleh Jack Reynolds. Reynolds sendiri melatih Ajax pada periode 1928–1940 dan 1945-1947. Ia adalah orang yang menambahkan konsep ‘ruang’ pada strategi Hogan dengan memperkenalkan pemain sayap, posisi dimana para pemain menyerang melebar lewat sisi-sisi lapangan.
Salah satu pemain Reynolds yang paling cemerlang adalah Rinus Michels. Michels memiliki pola pikir sebagai penyusun strategi, yang kemudian pada akhirnya berhasil mengantarnya menjadi pelatih Ajax pada tahun 1965 dan pelatih Belanda pada tahun 1974.
Michels secara langsung melatih agar seluruh pemain Ajax menjadi pemain yang serbaguna dan dapat bekerja sama satu dengan yang lain. Total Football sendiri kemudian mulai menjadi populer karena strateginya yang revolusioner dan berhasil mengangkat 2 nama yang sangat berperan dalam pelaksanaan strategi ini, jika Xavi dan Iniesta sangat berperan dalam tiki-taka, maka pada Total Football saatitu, nama Johan Cruyff dan Johan Neskeens adalah yang membuat strategi ini bekerja di lapangan. Menggunakan sistem ini sendiri, Michels berhasil membawa Ajax meraih gelar European Cup 3 kali berurut-turut (1971, 1972, 1973).
Secara singkat, Total Football adalah tipe permainan yang mengandalkan passing dan gerakan tiap pemain di lapangan. Tidak ada pemain yang memiliki posisi tetap, hanya penjaga gawang yang tetap berada pada tempat mereka. Seorang bek bisa maju sampai kedepan dan posisi bek tersebut ditutupi oleh pemain lain, “Seorang penyerang bisa bermain menjadi pemain bertahan, dan begitu juga sebaliknya, semua-nya bisa main dimana saja” – Johan Cruyff. Oleh karena itu Rinus Michels dalam praktik-nya memilih pemain-pemain dengan stamina dan fisik yang benar-benar kuat. Mengapa setiap pemain harus bergerak? Di Eropa saat itu, Italia sangat berkuasa dengan prinsip Catenaccio-nya, permainan dengan tipe “ultra-defensif”. Sederhananya, dalam Catenaccio, tiap pemain bertahan berusaha men-‘man marking’ tiap pemain yang masuk ke pertahanan seerat mungkin dan mengecilkan peluang untuk mencetak angka. Dengan mewajibkan setiap pemain bergerak, Rinus Michels secara langsung membingungkan para pemain bertahan keputusan apa yang akan mereka ambil. Jika pemain tersebut mengejar salah satu pemain Michels, mereka akan meninggalkan posisi inti mereka dan membuat tim kesusahan saat melakukan serangan balik, jika ia membiarkan pemain tersebut masuk ke pertahanan, tentu saja memberi para ‘penyelundup’ tersebut kesempatan untuk mencetak.
Michels memilih Johan Cruyff sebagai wakilnya di lapangan, sebagai kapten, sebagai playmaker, sebagai pemimpin tim. Dan Cruyff tentu saja menyadari bahwa ia adalah pemain paling penting di tim, bahkan mungkin lebih, ia bergerak kemana saja, menjadi penyerang, menjadi pemain bertahan, mengatur ritme, menyuruh pemain bergerak, menentukan pemain mana yang harus bergerak dan dioper, dan sebagainya.
Rinus Michels sendiri memperkenalkan Total Football kepada timnas Belanda pada pagelaran World Cup 1974, dimana debut Total Football terjadi pada laga melawan Uruguay. Benar saja, The Oranje berhasil membuat Uruguay (dan tentu saja dunia) terkejut dengan jenis permainan yang tidak pernah terlihat sebelumnya. Padahal, Uruguay 4 tahun sebelumnya berhasil sampai ke babak semifinal dan hampir mengalahkan Brazil dengan Pele-nya yang luar biasa, begitu luar biasanya sampai-sampai Tarciso Burnigch berujar, “Saya kira Pele terbuat dari tulang dan daging sama seperti saya, ternyata saya salah”. Tetapi pada saat itu juga (vs Belanda) Uruguay hanya seperti kumpulan orang bodoh, atau apalah sejenisnya itu, mereka hanya bisa menyaksikan diri mereka menjadi korban tekanan tanpa henti, menyaksikan Belanda dengan otak mereka di pinggir lapangan, Rinus Michels bergerak kesana kemari tanpa henti, dan sekalinya mereka melakukan serangan balik, Belanda sudah menyiapkan jebakan offside, dan bukan hanya sekali, berkali-kali mereka terjebak perangkap offside Belanda sampai akhirnya mereka kalah 2-0 dari Belanda.
Belanda juga berhasil menekuk Brazil lewat gol Neeskens dan Cruyff. Kedua gol tersebut juga berdasarkan aplikasi dari Total Football, Neeskens yang saat itu diplot menjadi pemain tengah, tiba-tiba maju menjadi striker, dan saat gol Cruyff, Ruud Krol melakukan penetrasi di flank kiri layaknya seorang winger dan kemudian melakukan crossing ke Cruyff.
Kesuksesan Total Football saat itu adalah kemampuan mereka untuk menekan, saat mereka melawan Brazil dan Brazil menguasai bola, seluruh pemain Belanda langsung menekan mereka dan mereka (Brazil) akan berusaha membuang bola sejauh mungkin dan saat itu juga penguasaan bola kembali ke tangan Belanda.
Cara paling efektif (mungkin paling utama) yang dipakai Brazil untuk memasuki pertahanan Belanda saat itu adalah lewat through pass, itu juga kalau tidak terjebak offside. Salah satu peluang emas mereka adalah saat Paulo Cesar Lima yang tendangannya melebar disamping gawang Jan Jongbloed pada menit ke-7.
Menyerang luar biasa, bertahan juga luar biasa. Saat menyerang, semua pemain langsung menyerbu setengah lapangan milik Brazil, termasuk Haan dan Rijsbergen. Ketika Brazil berhasil merebut bola dan mengirim umpan jauh, Haan dan Rijsbergen langsung mundur sedikit dan jadilah jebakan offside, jikaupun jebakan mereka gagal, kiper mereka, Jan Jongbloed langsung keluar dari sarangnya dan lari sekencang mungkin lalu membuang bola jauh-jauh. Luar biasa bukan? Saya sendiri kebingungan dengan apa isi otak Michels sebenarnya.
Cerita manis mereka di World Cup 74 sayangnya berakhir di semifinal saat mereka menghadapi Jerman dengan Beckenbauer-nya. Setelah meluarbiasakan Belanda dan Ajax, Michels melangkah ke Barcelona dan Stefan Kovacs menjadi penerusnya di Ajax. Di Barcelona sendiri, Michels menjadi pondasi awal era-nya tiki-taka saat Cruyff meneruskannya langkahnya, lalu kembali diterapkan Frank Rijkaard dan ditangan Guardiola, jadilah tiki-taka sekarang ini.
Rinus Michels wafat pada 3 Maret 2005 setelah operasi jantung yang kedua kalinya di rumah sakit City of Aalst, Belgia, namanya diabadikan sebagai penghargaan kepada pelatih terbaik di Liga Belanda yang musim kemarin diraih Frank de Boer dan walaupun ia sudah pergi, ia menuliskan tinta emas sebagai pelatih Belanda terbaik sepanjang masa dan tentu saja, pelatih terbaik abad ini. Inilah sedikit dari kisah hebat Der General, Rinus Michels.